Ø Judul
Buku : Kau Memanggilku
malaikat
Ø Penulis : Arswendo Atmowiloto
Ø Penerbit : PT. Gramedia Pustaka
Abadi
Ø Tebal : 272
Ø ISBN : 978-979-22-4093-1
Tema
:
Semua orang menyebut “AKU” sebagai Malaikat Pencabut Nyawa.
Yang ingin disampaikan :
Semua orang pasti mati. Kita semua tahu itu. Yang kita belum tahu adalah
malaikat yang kita temui saat ajal menjemput. Siapa dan seperti ada ia? Kali
ini, Arswendo Atmowiloto memperkenalkannya pada kita.
"Benar kan, kau malaikat?"
"Kau biasa memanggilku begitu. Kalian biasanya menyebutku begitu.
Si "Aku" adalah malaikat, yang datang menjemput setiap manusia menjelang proses kematian. Si "Aku" menolak prosesi penjemputan ini disebut sebagai sebuah tugas. Si "Aku" juga protes bila ia disebut mencabut (nyawa).
Dalam proses penjemputan nyawa yang akan terpisah dari jasad, Si "Aku" tidak tebang pilih. Siapa saja yang menunjukkan getaran kematian, pasti dijemputnya - dengan rasa, ekspresi dan sikap yang sama.
Tak jadi soal buat Si "Aku" bagaimana detil curriculum vitae calon arwah. Apakah dia seorang perempuan tegar dan istri setia Tesarini Soemar; Popon, ahli kriminal alias preman yang dibakar hidup-hidup; Ife, gadis cantik yang mati ditembak karena menolak diperkosa, hingga seekor ayam.
Tidak ada yang aneh pada semua kliennya itu. Selama ini, menurut Si "Aku" semua berlangsung sama. Tidak ada hal khusus, malaikat hanya menemani dan berbincang seperlunya sampai masa perpisahan tiba manusia yang sudah dijemput harus beranjak ke alam lain.
Hingga suatu hari, Si "Aku" bertemu Di, gadis kecil hampir empat tahun yang juga dijemputnya dari pangkuan kedua orang tuanya. Di berbeda. Si "Aku" hampir saja tidak menyadari Di berbeda. Ada apa dengan Di? Hanya Si "Aku" malaikat yang tahu jawabannya.
Novel Arswendo ini seakan berbicara tentang senyawa malaikat yang bisa melekat dalam diri manusia.
Seperti Tesa yang menjalani kehidupan dengan ikhlas, setia dan tulus mengabdi, walaupunseumur hidup ia dikhianati suami dan sempat kehilangan cita-cita.
"Benar kan, kau malaikat?"
"Kau biasa memanggilku begitu. Kalian biasanya menyebutku begitu.
Si "Aku" adalah malaikat, yang datang menjemput setiap manusia menjelang proses kematian. Si "Aku" menolak prosesi penjemputan ini disebut sebagai sebuah tugas. Si "Aku" juga protes bila ia disebut mencabut (nyawa).
Dalam proses penjemputan nyawa yang akan terpisah dari jasad, Si "Aku" tidak tebang pilih. Siapa saja yang menunjukkan getaran kematian, pasti dijemputnya - dengan rasa, ekspresi dan sikap yang sama.
Tak jadi soal buat Si "Aku" bagaimana detil curriculum vitae calon arwah. Apakah dia seorang perempuan tegar dan istri setia Tesarini Soemar; Popon, ahli kriminal alias preman yang dibakar hidup-hidup; Ife, gadis cantik yang mati ditembak karena menolak diperkosa, hingga seekor ayam.
Tidak ada yang aneh pada semua kliennya itu. Selama ini, menurut Si "Aku" semua berlangsung sama. Tidak ada hal khusus, malaikat hanya menemani dan berbincang seperlunya sampai masa perpisahan tiba manusia yang sudah dijemput harus beranjak ke alam lain.
Hingga suatu hari, Si "Aku" bertemu Di, gadis kecil hampir empat tahun yang juga dijemputnya dari pangkuan kedua orang tuanya. Di berbeda. Si "Aku" hampir saja tidak menyadari Di berbeda. Ada apa dengan Di? Hanya Si "Aku" malaikat yang tahu jawabannya.
Novel Arswendo ini seakan berbicara tentang senyawa malaikat yang bisa melekat dalam diri manusia.
Seperti Tesa yang menjalani kehidupan dengan ikhlas, setia dan tulus mengabdi, walaupunseumur hidup ia dikhianati suami dan sempat kehilangan cita-cita.
Begitu
pula dengan Ife yang ditembak mati polisi setelah menolak diperkosa. Ife juga
tidak berniat jadi malaikat. Keinginannya sederhana, jadi manusia dan hidup
bahagia dengan kesederhanaan yang dimilikinya.
Sebagaimana Si "Aku", baik Tesa, Ife sampai seorang Di menjalani hidup mengikuti kata hati. Saat mereka berkorban, berbuat baik atau bahkan tidak sadar sedang berbuat baik, mereka tidak melihat itu sebagai tugas atau kewajiban. Mereka hanya tergerak untuk melakukan semua itu, meski mereka tidak bisa seperti malaikat yang memperlakukan semua kliennya sama.
Sebagaimana Si "Aku", baik Tesa, Ife sampai seorang Di menjalani hidup mengikuti kata hati. Saat mereka berkorban, berbuat baik atau bahkan tidak sadar sedang berbuat baik, mereka tidak melihat itu sebagai tugas atau kewajiban. Mereka hanya tergerak untuk melakukan semua itu, meski mereka tidak bisa seperti malaikat yang memperlakukan semua kliennya sama.
Pokok – Pokok Isi Buku
:
1.
Ny Tesa Soemar ( Tesarini ) adalah
seorang istri yang setia, tulus, tegar, dan penuh kasih sayang. Sampai pada
saatnya dia di vonis mengidap penyakit kanker ganas indung telur yang telah
menyebar ke kelenjar getah beningnya. Sampai pada saatnya tiba datang sesosok
yang di sebut sebagai malaikat yang telah ingin menjemputnya. Berbagai banyak
hal dia tanyakan kepada malaikat, termasuk tentang keadaan suaminya yang telah
meninggal terlebih dahulu. Dia bertanya tentang kehidupan yang akan dia jalani
setelah mati dan bagaimana tentang malaikat menjemput orang lain dalam waktu
yang bersamaan.
2.
Ife adalah gadis remaja yang cantik, baik dan
sexy. Dia sangat di senangi teman – temannya dan banyak teman – teman pria yang
jatuh hati padanya. Setelah terjadi seleksi akhirnya hanya Ridwan yang Ife
pilih untuk menjadi pendampingnya. Namun itu tidak berlangsung lama karena
Ridwan merasa dirinya tidak punya apa – apa di bandingkan dengan Acin yang
merupakan anak orang kaya di kampungnya. Setiap datang ke rumah Ife, Acin
selalu membawakan oleh – oleh yang banyak untuk Ife.
Suatu
ketika Ife ingin pergi ke warung untuk
membeli kaos kaki dan di antar oleh Bang Bondan. Ife di suruh mengenakan jaket
oleh ibunya, namun jaket itu hanya di pakai asal – asalan olehnya. Di tengah
jalan motor Bang Bondan mogok karena kehabisan bensin, terpaksa Bang Bondan
memberhentikan motor yang jalan di sekelilingnya dan meninggalkan Ife sendiri.
Bang Bondan bingung saat kembali Ife sudah tidak ada, dia berfikir bahwa mungkin
Ife kesal karena lama menunggu. Bang Bondan mencari – cari Ife sampai ke rumah
Ife meskipun dia tau tidak mungkin Ife pulang ke rumah lagi. Di semak –semak
dekat pohon besar Ife di bawa oleh seorang lelaki ( polisi ) yang tadi di
tumpangi oleh Bang Bondan, ternyata lelaki tersebut punya niat tidak baik
kepada Ife. Lelaki tersebut ingin memperkosa Ife namun Ife memberontak sehingga
dia di pukul oleh pistol hingga mengalirlah darah dari kepalanya. Ife masih
terus memberontak dan memaki karena lelaki tersebut mulai menyentuh
kemaluannya, hingga akhirnya lelaki tersebut menembak Ife dan mengalirlah darah
di sekujur tubuhnya.
Ife
terkulai lemas dan tidak berhenti berteriak dengan suara paraunya untuk meminta
tolong di belakang pohon besar itu, sampai malaikat menghampirinya dan berkata
akan menjemputnya untuk menuju ke kehidupan yang bahagia, tidak ada lagi sakit
dan pelecehan. Ife menghembuskan nafas terakhirnya dengan tenang, di alam
barunya dia dapat melakukan apa pun kesukaannya, seperti bermain dengan burung
dan kupu – kupu putih serta bersepeda seperti impiannya.
3. Popon
adalah seorang preman yang hidupnya selalu merampas milik orang lain. Sampai
pada suatu saat dia di bakar hidup – hidup karena merampas milik seseorang di
pasar. Dan malaikat pun segera menjemputnya.
4. Wedhi
adalah seorang anak kecil yang sangat pintar, banyak orang yang menyukainya.
Sejak bayi dia mempunyai penyakit paru – paru sehingga dia sering sakit dan
terbaring lemas di rumahnya. Sampai pada saatnya Di sudah menjelang masa – masa
penjemputannya, Di melihat malaikat yang seakan dia sudah sering melihatnya.
Disinilah Malaikat sempat tergoda akan pesona kehidupan.
Sudah banyak novel yang mengangkat tema
mengenai kematian. Novel karya Arswendo Atmowiloto ”Kau Memanggilku Malaikat”
memang bertemakan kematian. Namun, tidak seperti apa yang biasa dipikirkan
pembaca. Novel ini menggambarkan seakan-akan kematian adalah hal yang wajar,
hal yang biasa saja terjadi. Melalui novel ini, Arswendo seakan menegaskan
kematian itu mau tak mau akan datang. Seharusnya menjadi suatu hal yang biasa
dan tak perlu ditakuti.
Diceritakan tokoh aku dalam novel ini
adalah seorang malaikat yang bertugas menjemput nyawa-nyawa orang yang telah
menunjukkan sinyal-sinyal kematian. Mengapa Arswendo tidak menyebutnya ’malaikat
pencabut nyawa sebagaimana kebanyakan orang menyebut. Malaikat dalam novel ini
memang tak bertugas untuk mencabut nyawa seseorang. Ia hanya menghampiri
orang-orang yang telah menunjukkan sinyal kematian. Ia akan menunggu mereka
lepas dari raga masing-masing lalu mengantarkan mereka ke tempat selanjutnya
secara bertahap sebelum benar-benar sampai di surga.
Sang malaikat bisa menemui mereka di berbagai tempat berbeda, dalam waktu yang sama. Ia menghibur, namun tak sepenuhnya menolong mereka untuk tidak mati pada saatnya. Ia menjemput berbagai orang, mulai dari seorang istri yang setia dan tulus mengabdi pada suami, seorang preman yang dibakar hidup-hidup dan tak mau dikasihani, seorang gadis penuh pesona yang ditembak mati karena menolak diperkosa, seorang pengemudi dan penumpang bus yang kecelakaan hingga juga seekor ayam.
Ia menghampiri orang-orang yang menunjukkan sinyal kematian, akan langsung mengetahui segala sejarah dan riwayat mereka. Sehingga ketika mereka meninggalkan raga mereka dan bisa melihat Sang Malaikat tersebut, malaikat langsung dapat menjalin komunikasi yang efektif dengan mereka. Seperti penunjuk jalan dan pengantar yang baik, malaikat akan menjawab pertanyaan apa pun yang ditanyakan kepadanya. Melalui percakapan itulah alur cerita terjalin.
”Benar kan, kau malaikat?”
”Kau bisa memanggilku begitu. Kalian biasanya menyebutku begitu.”
”Berarti benar kau datang untuk mencabut nyawaku.”
”Tidak persis begitu. Aku tidak datang mencabut nyawa....aku datang menjemput.”
Begitulah Sang Malaikat menjalani tugas-tugasnya. Semuanya biasa tak ada yang berkesan menurutnya. Ia menjalani seolah angin yang memang diciptakan untuk bertiup. Ia pun beranggapan serupa, ia diciptakan untuk menjemput nyawa. Itu saja, tak ada yang spesial dari itu.
Hingga kemudian ia bertemu, tepatnya akan menjemput seorang anak perempuan yang sudah menunjukkan sinyal kematian yang kuat. Sejak itulah ia merasa ada yang berubah dari aktivitasnya. Anak perempuan itu dirasakannya tidak seperti nyawa-nyawa lain yang ia jemput. Ia begitu tergoda dengan gadis kecil itu. Hingga sempat pula tergoda pada dunia.
Namanya Di, usianya belum empat tahun. Sejak kecil ia menderita kelainan pada paru-paru. Anehnya Di seakan bisa berkomunikasi dengan orang tuanya. Walaupun orang tuanya tak mengetahui keberadaan Di disekitarnya, mereka seolah dapat mengetahui apa yang ia katakan. Di pun, dapat membatalkan kematian seseorang ditambah pula ia tak menunjukkan tanda-tanda harus berpindah ke tahap selanjutnya dalam kehidupan. Sejak saat itulah Sang Malaikat merasakan perbedaan”Apakah Di juga malaikat seperti dirinya?” begitulah ia bertanya pada dirinya sendiri.
Walaupun berbicara mengenai kematian dan kehidupan setelah mati. Arswendi berhasil tidak menyangkutkan cerita dalam novel ”Kau memanggilku malaikat” dengan agama tertentu. Bahkan cerita-cerita yang berkaitan tentang kehidupan setelah kematian berhasil tidak mengarah ke salah satu agama. Hasilnya novel ini menjadi pengingat bahwa kematian pasti akan datang, tanpa sedikit pun menghadirkan rasa takut. Arswendo berhasil menyajikan cerita tentang kematian dari sudut yang berbeda.
Kesimpulan : Novel ini menceritakan tentang bagaimana tentang kehidupan setelah mati, bagaimana cara malaikat menjemput seseorang.
Sang malaikat bisa menemui mereka di berbagai tempat berbeda, dalam waktu yang sama. Ia menghibur, namun tak sepenuhnya menolong mereka untuk tidak mati pada saatnya. Ia menjemput berbagai orang, mulai dari seorang istri yang setia dan tulus mengabdi pada suami, seorang preman yang dibakar hidup-hidup dan tak mau dikasihani, seorang gadis penuh pesona yang ditembak mati karena menolak diperkosa, seorang pengemudi dan penumpang bus yang kecelakaan hingga juga seekor ayam.
Ia menghampiri orang-orang yang menunjukkan sinyal kematian, akan langsung mengetahui segala sejarah dan riwayat mereka. Sehingga ketika mereka meninggalkan raga mereka dan bisa melihat Sang Malaikat tersebut, malaikat langsung dapat menjalin komunikasi yang efektif dengan mereka. Seperti penunjuk jalan dan pengantar yang baik, malaikat akan menjawab pertanyaan apa pun yang ditanyakan kepadanya. Melalui percakapan itulah alur cerita terjalin.
”Benar kan, kau malaikat?”
”Kau bisa memanggilku begitu. Kalian biasanya menyebutku begitu.”
”Berarti benar kau datang untuk mencabut nyawaku.”
”Tidak persis begitu. Aku tidak datang mencabut nyawa....aku datang menjemput.”
Begitulah Sang Malaikat menjalani tugas-tugasnya. Semuanya biasa tak ada yang berkesan menurutnya. Ia menjalani seolah angin yang memang diciptakan untuk bertiup. Ia pun beranggapan serupa, ia diciptakan untuk menjemput nyawa. Itu saja, tak ada yang spesial dari itu.
Hingga kemudian ia bertemu, tepatnya akan menjemput seorang anak perempuan yang sudah menunjukkan sinyal kematian yang kuat. Sejak itulah ia merasa ada yang berubah dari aktivitasnya. Anak perempuan itu dirasakannya tidak seperti nyawa-nyawa lain yang ia jemput. Ia begitu tergoda dengan gadis kecil itu. Hingga sempat pula tergoda pada dunia.
Namanya Di, usianya belum empat tahun. Sejak kecil ia menderita kelainan pada paru-paru. Anehnya Di seakan bisa berkomunikasi dengan orang tuanya. Walaupun orang tuanya tak mengetahui keberadaan Di disekitarnya, mereka seolah dapat mengetahui apa yang ia katakan. Di pun, dapat membatalkan kematian seseorang ditambah pula ia tak menunjukkan tanda-tanda harus berpindah ke tahap selanjutnya dalam kehidupan. Sejak saat itulah Sang Malaikat merasakan perbedaan”Apakah Di juga malaikat seperti dirinya?” begitulah ia bertanya pada dirinya sendiri.
Walaupun berbicara mengenai kematian dan kehidupan setelah mati. Arswendi berhasil tidak menyangkutkan cerita dalam novel ”Kau memanggilku malaikat” dengan agama tertentu. Bahkan cerita-cerita yang berkaitan tentang kehidupan setelah kematian berhasil tidak mengarah ke salah satu agama. Hasilnya novel ini menjadi pengingat bahwa kematian pasti akan datang, tanpa sedikit pun menghadirkan rasa takut. Arswendo berhasil menyajikan cerita tentang kematian dari sudut yang berbeda.
Kesimpulan : Novel ini menceritakan tentang bagaimana tentang kehidupan setelah mati, bagaimana cara malaikat menjemput seseorang.
Keunggulan
novel : Menggunakan konsep penulisan yang vulgar, dalam artian kejadian apapun
yang terdapat dalam novel, diceritakan secara rinci baik kejadian buruk atau
baiknya. Dengan basic sastrawan yang disandang arswendo, ia mampu memilih
padanan kata yang tepat sehingga novel yang sebenarnya kasar dapat dihayati
dengan lembut dan bermakna. Secara desain, covernya yang soft warna putih susu
dengan tipografi judul yang rapi membuat novel ini berada diantara novel santai
atau novel serius.
Kelemahan
novel : Terlalu banyak kata-kata istilah yang tidak dimengerti oleh orang biasa
dan kadang di beberapa bagian, unsur sastra sangat terasa sehingga dalam
memahami makna cerita kita dibuat memikirkan dalam rangkaian kata tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar